"Dialah yang menurunkan air hujan dari langit untuk kamu sebagiannya
menjadi minuman dan sebagainya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada
(tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu." (An-Nahl:10)
Bayangkanlah
jika dunia tanpa air, bumi kering kerontang, tak ada hijau dedaunan,
tidak pula buah-buahan. Hewan-hewan ternak tidak lagi mampu menyediakan
daging dan susu segar, kebanyakan jadi bangkai dan selebihnya hidup
hanya dengan kulit membalut tulang.
Jika gambaran mengerikan
diatas benar-benar menjadi kenyataan, maka nasib manusia tidak lebih
beruntung dari hewan ternak yang nelangsa itu, menunggu maut yang datang
dengan perlahan-lahan dan menyakitkan. Begitulah jika bumi yang kita
huni ini tidak lagi mampu menyediakan air bagi dua milyar (menurut
perkiraan sensus) umat manusia yang hidup diatasnya dan milyaran hewan
ternak serta tumbuhan yang belum pernah disensus.
Air adalah
sumber kehidupan bagi semua mahluk. Secara fisiologis, manusia dan semua
mahluk diatas bumi ini membutuhkan air. Bahkan jasad manusia sendiri
sepertiganya adalah air. Karena itu, sejak awal menjadi penghuni bumi,
manusia sudah akrab dengan air dan tidak bisa melepaskan diri dari
kebutuhannya akan air. Demikian pula hewan dan tumbuhan. Bahkan, jin pun
konon lebih banyak hidup di tempat-tempat yang ada airnya.
Temuan-temuan
arkeologis masa lalu menunjukkan, bahwa sejak dulu manusia lebih
memilih hidup di dekat sumber-sumber air, baik sungai maupun mata air.
Berbagai peninggalan bersejarah dan fosil-fosil manusia zaman purba
kebanyakan ditemukan di pinggir-pinggir sungai. Hal ini menunjukkan
bahwa kebanyakan kebudayaan dan peradaban manusia tumbuh dan berkembang
di sekitar sumber air.
Kita juga tentu pernah mendengar kisah Siti Hajar bersama Ismail yang
ditinggal oleh Ibrahim as. ditanah gersang Bakkah (Mekah) atas perintah
Allah SWT. Cerita Al-Qur'an tentang perjuangan Siti Hajar yang
berlari-lari dari Bukit Shafa ke Marwah dan sebaliknya itu sesungguhnya
bukan hanya sekedar cerita tentang terbentuknya sumur ajaib zam-zam.
Lebih dari itu, cerita tersebut menunjukkan betapa air menjadi kebutuhan
pokok bagi manusia, sehingga setiap manusia (termasuk Hajar) harus
berjuang sekuat tenaga mendapatkannya demi menyambung hidup.
Perkembangan
zaman yang semakin pesat seperti sekarang ini, ternyata tidak merubah
kebutuhan manusia akan air. Justru, semakin hari air menjadi barang yang
semakin berharga, karena semakin langka dan sulit didapat. Bahkan,
ketika manusia modern sudah mampu menjejakkan kakinya di bulan dan
mengirim pesawat jelajah ke mars, barang utama yang pertama dicari
adalah air, tanpa air di dua planet itu, cita-cita manusia modern untuk
hijrah dan membangun koloni baru disana tidak akan terwujud.
Sayangnya,
tidak semua manusia menyadari, betapa berharganya air bagi kehidupan
kita. Kita tidak penah mensyukuri nikmat air yang diberikan Allah kepada
kita. Sebaliknya kita sering kali berlaku zalim dengan
menghambur-hamburkan air. Padahal, Islam menekankan agar umatnya
menghemat air. Bahkan untuk urusan ibadah sekali pun (wudhu' dan mandi)
Islam melarang umatnya menggunakan air secara boros dan berlebihan.
Karena itu, sudah sepantasnya kita menghargai air sebagai nikmat
pemberian Allah dan harus kita jaga kelestarianya. Tanpa air, tak ada
lagi harapan untuk kehidupan di atas bumi ini. Dan tanpa air, tak ada
lagi teman di dalam gelas kopi yang menemani kita sambil membaca koran
pagi. Wallahu a'lam bish-shawwab.
SUMBER: Majalah Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar